
Ilustrasi
RIAU1.COM - Mahkamah Agung (MA) menilai Keputusan Presiden (Keppres) terkait kenaikan Iuran BPJS Kesehatan dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD).
"Yang saya umumkan adalah pokok-pokok hukumnya saja. Tapi ada kok pertimbangan-pertimbangan sosiologis, pertimbangan filosofis, yuridis," ujar Jubir MA, Andi Samsan Nganro, Kamis 12 Maret 2020.
"Tapi kalau kita ini kan yang penting adalah pertimbangan yuridisnya bahwa perpres bertentangan dengan UU, bahkan UUD 1945," sambungnya.
Sementara itu, Karo Hukum dan Humas MA, Abdullah mengungkapkan, jaminan sosial yang mencakup jaminan kesehatan merupakan hak asasi manusia.
"Dan hal itu harus harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita pendiri Republik Indonesia. Karenanya menjadi kewajiban negara," tuturnya.
"Di mana kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau," terangnya.
Ia melanjutkan, Keppres tersebut juga tidak mempertimbangkan kemampuan dan beban hidup yang layak yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Apalagi saat ini, kemampuan masyarakat tidak meningkat namun justru beban biaya kehidupan meningkat.
"Bahkan tanpa diimbangi dengan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan yang diperoleh dari BPJS," ucapnya.
Pertimbangan berikutnya, seyogianya negara pemegang kebijakan bertindak lebih bijak. Di mana anggaran kesehatan yang mendapat porsi besar minimal 5 persen dari APBN dapat diprioritaskan untuk mendapat porsi yang lebih besar guna mengurangi beban rakyat.
"Itu kan argumentasi dari BPJS. Saya rasa itu di luar konteks putusan hak uji material ini. Silakan untuk semua pihak untuk mengkritisi. Kita tidak akan memberikan komentar apapun pernyataan-pernyataan dari pihak mana pun di luar putusan ini," tukasnya.