
Ilustrasi/Unsplas
RIAU1.COM - Anggota Komisi I DPR RI, Nico Siahaan, menyoroti perbedaan aturan antara penyedia konten di media sosial (medsos) dan platform digital dengan media konvensional. Ia menegaskan, penyedia konten digital juga harus tunduk pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) seperti halnya media konvensional.
Menurut Nico, saat ini tayangan digital sangat masif sehingga dibutuhkan pengawasan lebih ketat. Ia meminta organisasi kewartawanan seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) turut terlibat dalam pengawasan tersebut, sebelum DPR merevisi Undang-Undang Penyiaran.
“Kalau menurut saya hari ini tayangannya begitu banyak. Maka perlu bantuan untuk menjaga,” ungkap Nico dalam Rapat Dengar Pendapat dengan PWI, AJI dan AVISI, dikutip dari channel Youtube, Ahad (11/5/2025) yang dimuat Beritasatu.com.
“Karena tidak boleh ada platform apa pun yang menayangkan konten atau video streaming yang tidak punya tanggung jawab terhadap konten yang tersedia di tempatnya," sambungnya.
Lebih lanjut, Nico berharap organisasi wartawan juga memberikan masukan konstruktif kepada DPR dalam proses revisi UU Penyiaran.
"Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk memagari hal tersebut. Karena tidak adil yang satu bebas yang satu justru terkungkung,” katanya.
"Kan enggak fair juga. Apalagi mereka (media konvensional) sudah investasi, ikut aturan, dan bayar pajak, sedangkan yang satunya bebas," lanjut Nico.
Ia menekankan pengawasan terhadap konten medsos diperlukan agar industri media nasional bisa terlindungi dan tidak semakin terpuruk, khususnya terkait gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak terjadi belakangan ini.
“Kami juga perlu masukan lebih detail untuk mengatur hal itu melalui pasal-pasalnya. Karena kita ingin menyelamatkan dunia media,” tutup Nico.
Sebelumnya, Nico Siahaan mengungkap sepanjang 2023 hingga 2024, sudah ada 1.200 karyawan dari industri media dan jurnalis yang terkena PHK.*