
Pemukiman masyarakat adat Baduy/Kompas
RIAU1.COM - Masyarakat adat Baduy ternyata selama ini menolak bantuan dana desa (DD) yang dikucurkan pemerintah. Alasannya, bantuan tersebut dinilai berbenturan dengan aturan adat.
Kepala Desa Kanekes Jaro Oom di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten mengatakan, masyarakat Baduy sudah sejak lama tidak menerima bantuan dana desa (DD).
"Hante, hante masuk, atu sulit dicaritakeunana (tidak, tidak masuk (dana desa ke Pemdes Kanekes), ya sulit diceritakan). Intinya, sulitnya itu karena berbenturan dengan aturan adat," ujar Jaro Oom, Kamis (13/2/2025) yang dimuat iNews.id.
Meski dana desa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, masyarakat lebih memilih untuk menjalankan kehidupan mereka sesuai dengan adat dan tradisi yang sudah ada, tanpa campur tangan dana dari luar.
"Kami menghargai bantuan yang diberikan, tetapi kami lebih memilih untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan kami tanpa melibatkan dana dari luar, termasuk dana desa," kata Jaro Oom.
Menurutnya, penolakan masyarakat adat Baduy melalui Desa Kanekes ini bukanlah hal baru. Desa Kenekes sudah menolak menerima dana desa sejak tahun 2017 hingga 2022.
Penolakan DD oleh Adat Baduy bukan berarti menolak bantuan, melainkan untuk menjaga kearifan lokal yang sangat kuat. Masyarakat memilih untuk hidup mandiri tanpa ketergantungan pada dana dari luar.
"Tidak mau disulitkan dengan berbagai administrasi terkait dengan penerimaan DD yang bersumber dari pemerintah pusat," ucapnya.
Kabid Pembinaan Kerja Sama dan Pengelolaan Keuangan Aset Desa DPMD Lebak Zamroni mengatakan, penolakan dari masyarakat Baduy ini menjadi hal yang harus dihargai dan dipahami.
Menurutnya, ada empat bantuan dana untuk Desa Adat Baduy. Pertama dana desa dari pemerintah pusat, alokasi dana desa (ADD), dana bagi hasil (DBH) dari Pemerintah Kabupaten Lebak dan bantuan Provinsi Banten.
"Kami telah mengusulkan dana desa untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di Desa Kenekes, namun kami menghormati keputusan masyarakat Baduy. Kami tetap akan menjaga komunikasi dan mencari solusi yang terbaik sesuai dengan keinginan masyarakat," ujar Zamroni.
Zamroni juga menambahkan, meski masyarakat Baduy menolak dana desa, pemerintah daerah tetap mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pendekatan yang sesuai dengan kearifan lokal.
"Baduy tidak menerima dana desa mulai tanun 2017. Tetapi pusat selalu mengirimkan DD tersebut, tetapi memang tidak diterima. Menurut informasi ada penolakan sehingga tidak mau menggunakan DD dari pusat. Karena baduy sifat pembangunan tradisional dan Baduy juga tidak mau membuat surat pertanggungjawabannya," katanya.
Diketahui, DD dari pemerintah pusat yang diterima Desa Kanekes merupakan yang paling besar senilai Rp2,5 miliar. Penetapan DD yang besar disesuai indikator, yakni jumlah penduduk, kemiskinan, letak geografis dan kesejahteraan.
"Uang itu sebesar Rp 2,5 miliar paling besar di Lebak dan tidak diterima akhirnya tetap tersimpan di kas KPPN Rangkasbitung. Karena uang itu bukan dana hibah dan harus dipertanggungjawabkan," ujarnya.
"Kami akan tetap memantau dan memberikan dukungan yang dibutuhkan, namun tetap menghormati kebijakan dan keputusan yang diambil oleh masyarakat Baduy," katanya lagi.*