Pertemuan Pemkab Rohil dengan BNN Provinsi Riau
RIAU1.COM - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rokan Hilir (Rohil) bersama Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau menggelar pertemuan koordinasi strategis yang membahas rencana pembentukan Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Rokan Hilir, serta peluang pendirian balai rehabilitasi narkotika.
Pertemuan tersebut dipimpin langsung oleh Kepala BNN Provinsi Riau, Crisht Reinhard Pusung, dan dihadiri Wakil Bupati Rokan Hilir, Jhony Charles, beserta jajaran terkait.
Dalam pemaparannya, Kepala BNN Provinsi Riau menyampaikan bahwa agenda utama pertemuan difokuskan pada penguatan koordinasi lintas pemerintah daerah dalam rangka mematangkan rencana pembentukan BNNK Rokan Hilir.
Menurutnya, pembentukan BNNK merupakan kebutuhan strategis yang harus dilihat dari aspek kerawanan wilayah, kondisi geografis, serta tingkat peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
“Secara geografis, Rokan Hilir memiliki posisi yang sangat strategis dan sekaligus rawan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan menjadi bagian dari jalur lintas peredaran gelap narkotika internasional. Oleh karena itu, kehadiran BNNK di Rokan Hilir bukan hanya relevan, tetapi mendesak,” ujar Crisht Reinhard Pusung.
Ia menjelaskan bahwa saat ini di Provinsi Riau baru terdapat empat BNNK, yakni di Kota Pekanbaru, Dumai, Kabupaten Pelalawan, dan Kuantan Singingi. Dengan kondisi tersebut, wilayah pesisir dan bagian barat Provinsi Riau, termasuk Rokan Hilir, masih belum terjangkau secara optimal oleh struktur kelembagaan BNN di tingkat kabupaten/kota.
Lebih lanjut, Kepala BNN Provinsi Riau mengungkapkan bahwa Provinsi Riau merupakan salah satu daerah prioritas nasional dalam penanganan narkotika. Berdasarkan data prevalensi, dari total penduduk sekitar 6,8 hingga 6,9 juta jiwa, diperkirakan hampir 100 ribu orang pernah atau sedang terpapar narkotika.
Angka ini menempatkan Riau sebagai salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi secara proporsional terhadap jumlah penduduk.
Dalam konteks kebijakan nasional, ia menjelaskan bahwa pembentukan BNNK saat ini masih berada dalam kerangka moratorium.
Namun demikian, moratorium tersebut bersifat dinamis dan dapat dibuka melalui mekanisme evaluasi instansi kritikal, khususnya apabila daerah dinilai telah memenuhi sejumlah indikator utama, antara lain kesiapan fasilitas, dukungan anggaran, serta kecukupan sumber daya aparatur sipil negara (ASN).
“Pengalaman kami sebelumnya menunjukkan bahwa daerah yang mampu menunjukkan kesiapan konkret baik dari sisi gedung, operasional, maupun komitmen pendanaan, memiliki peluang besar untuk mendapatkan persetujuan pusat, meskipun dalam situasi moratorium,” jelasnya.
Selain pembentukan BNNK, pertemuan juga berkembang pada pembahasan rencana pendirian balai rehabilitasi narkotika di Rokan Hilir. Kepala BNN Provinsi Riau menilai bahwa keberadaan balai rehabilitasi merupakan kebutuhan mendesak, mengingat keterbatasan daya tampung fasilitas rehabilitasi yang ada saat ini, khususnya di Pekanbaru yang telah mengalami kelebihan kapasitas.
Sementara itu, Wakil Bupati Rokan Hilir, Jhony Charles, dalam sambutannya menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk mendukung penuh upaya penguatan kelembagaan BNN di daerah.
Ia menyampaikan bahwa dalam kurun waktu kurang dari satu tahun masa kepemimpinannya, kasus peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Rokan Hilir menunjukkan eskalasi yang signifikan.
“Setiap tahun, Rokan Hilir hampir selalu menjadi lokasi penangkapan narkotika dalam jumlah besar. Bahkan baru-baru ini, aparat berhasil mengamankan puluhan kilogram sabu. Fakta ini menunjukkan bahwa wilayah kami merupakan salah satu pintu masuk utama peredaran narkotika,” ungkap Wakil Bupati.
Ia juga memaparkan kondisi geografis Rokan Hilir yang memiliki garis pantai panjang, banyak pulau terluar, serta aktivitas lalu lintas laut yang tinggi, termasuk di wilayah Pulau Jemur dan Kecamatan Pasir Limau Kapas.
Situasi tersebut, menurutnya, membuka peluang besar terjadinya penyelundupan narkotika melalui jalur laut, yang kerap tersamarkan dalam aktivitas perikanan dan pelayaran.
Lebih jauh, Wakil Bupati menyoroti kerentanan generasi muda di Rokan Hilir. Berdasarkan data yang ia sampaikan, hanya sekitar 20 persen lulusan SMA yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, sementara sebagian besar lainnya belum memiliki arah dan kepastian masa depan. Kondisi ini dinilai meningkatkan risiko keterlibatan generasi muda dalam penyalahgunaan narkotika.
“Tanpa intervensi yang serius dan terstruktur, anak-anak muda kita berpotensi menjadi korban utama. Oleh karena itu, kehadiran BNNK dan balai rehabilitasi di Rokan Hilir adalah bagian dari solusi jangka panjang yang harus kita wujudkan bersama,” tegasnya.
Sebagai bentuk dukungan konkret, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir telah menyiapkan sejumlah aset daerah, termasuk gedung eks IPDN yang dinilai layak untuk dimanfaatkan sebagai kantor BNNK maupun balai rehabilitasi narkotika.
Gedung tersebut memiliki kondisi bangunan yang baik, lahan yang jelas status kepemilikannya, serta akses pendukung yang memadai. Pertemuan koordinasi ini diharapkan menjadi langkah awal yang strategis dalam memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dan BNN, sekaligus mempercepat terwujudnya sistem pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi narkotika yang lebih efektif di Kabupaten Rokan Hilir.*